Entri Populer

Minggu, 01 Januari 2012

Pendapatan Nasional (sebuah realita)

PENDAPATAN NASIONAL         

            Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya (Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
Produk Domestik Bruto (GDP)
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
Rumus menghitung pertumbuhan ekonomi adalah sebagai berikut :
- Pendekatan pendapatan : Y = R + W + I + P

R = rent = sewa
W = wage = upah/gaji
I = interest = bunga modal
P = profit = laba

- Pendekatan produksi : Y = Y = (PXQ)1 + (PXQ)2 +.....(PXQ)n

P = harga
Q = kuantitas

- Pendekatan Pengeluaran : Y = C + I + G + (X-M)

C = konsumsi masyarakat
I = investasi
G = pengeluaran pemerintah
X = ekspor
M = impor
Contoh soal :
PDB Indonesia tahun 2008 = Rp. 467 triliun, sedangkan PDB pada tahun 2007 adalah = Rp. 420 triliun. Maka berapakah tingkat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 jika diasumsikan harga tahun dasarnya berada pada tahun 2007 ?
jawab :
g = {(467-420)/420}x100% = 11,19%
  • Permintaan dan penawaran agregat
Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu.
Konsumsi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pendapatan nasional
Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
  • Konsumsi dan tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
  • Investasi
Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.

            Pada dasarnya, Pendapatan Nasional sangat memperlancar proses pertumbuhan ekonomi di suatu Negara. Begitu pula sebaliknya, pembangunan ekonomi berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Jadi apabila dilihat dari sifatnya, pertumbuhan ekonomi bersifat kuantitatif, artinya adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output yang dihasilkan. Sementara pendapatan ekonomi lebih bersifat kualitatif, artinya bukan hanya hasil produksi yang meningkat, tetapi juga adanya perubahan-perubahan dalam struktur produksi juga alokasi infut pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.

PENDAPATAN NASIONAL DI NEGARA INI
            Bicara tentang pendapatan Negara kita tercinta Indonesia, pasti tidak akan jauh kaitannya dengan sumber daya alam yang melimpah ruah tak  terhingga. Dari ujung timur sampai barat, dari selatan sampai ke bagian utara semua di penuhi kekayaan. Lautnya yang luas, pulau-pulaunya yang berceceran dimana-mana, hasil tambang, hasil pertanian dan perkebunan, cultur dan budaya yang beragam. Selain itu banyaknya suku bangsa yang terdapat di setiap penjuru negeri dengan cultur yang berbeda, bahasa yang berbeda, dan adat istiadat yang berbeda pula antara yang satu dengan yang lain. Tetapi karena perbedaan itulah membuat negeri ini kaya. Dikatakan kaya karena meskipun masyarakat Indonesia secara garis besar masyarakatnya berbeda, namun tetap rukun, bersatu, dan gotong royong sehingga tercipta ideology pancasila yang didalamnya terdapat Bhineka Tunggal Ika. Dengan keadaan ini, “seharusnya” Indonesia menjadi Negara termakmur di dunia. Amin.
Tetapi coba kita lihat kenyataan yang sebenarnya, “JAKARTA (Suara Karya) Kondisi perekonomian nasional tahun 2010 diperkirakan masih rapuh dan menghadapi ancaman serius”, “Aturan mengenai bolehnya pihak asing memiliki saham bank di Indonesia hingga 99 persen diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 29/1999”, Menteri Keuangan Agus Martowardojo “Pemerintah tidak bertanggung jawab mengganti dana nasabah di produk investasi yang diterbitkan oleh PT Antaboga Delta Sekuritas milik Robert Tantular, pemegang saham Bank Century”, pengangguran yang terus menjamur, dll.
Dari kenyataan yang terlihat dapat disimpulkan bahwa memang pendapatan nasional Negara kita tidak sesuai dengan apa yang kita miliki (kekayaan). Indonesia “seharusnya” menjadi Negara termakmur nyatanya memang belum tercapai atau malah kata “seharusnya”  menjadi negasi yang akan kita alami.
Apa yang menjadi kesalahan kita sebenarnya? Berikut solusinya.
Mengapa suatu bangsa tetap miskin dan sulit untuk maju? Ada yang bilang jika perekonomian bangsa ingin maju haruslah berinvestasi. Namun rakyat yang mungkin kebanyakan adalah orang miskin, mau berinvestasi atau membuka tabungan dari mana? Oleh sebab itu, menurut teori ini, cara keluar dari perangkap kemiskinan adalah mendatangkan investasi dari luar masyarakat itu sendiri. Artinya perlu investasi asing.
a.      Investasi
            Dengan investasi asing, peluang untuk menaikan pendapatan nasional akan lebih besar. Namun meskipun begitu, kita sebagai warga Negara janganlah memberikan kelonggaran yang berlebih kepada para investor asing. Bahkan kalau bisa, baik investor maupun kerjasama dengan bangsa luar harus kita manfaatkan. Untuk Indonesia, Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diperbaharui dengan Undang-undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dapat dikatakan  tonggak sejarah pengintegrasian ekonomi Indonesia ke dalam perekonomian dunia. Tonggak sejarah ini diperkuat dengan diter-bitkannya UU No 7/1994 yang meratifikasi Perjanjian Pendirian WTO pada Nopember 1994. Dengan adanya undang-undang tersebut secara bertahap telah meribelarisasikan ekonomi. Liberalisasi adalah suatu kata yang di sanjung dan di hujat oleh masyarakat. Disanjung karena dengan liberalisasi dapat mensejahterakan masyarakat, dan dihujat karena akan menyisihkan sebagian masyarakat dengan perekonomian yang lemah dan tingkat usaha yang kecil.
Sebagai contoh, pada zaman dulu, setiap petani membajak sawahnya menggunakan kerbau. Seiring modernisasi meningkat, kini dari kerbau berganti menjadi traktor. Contoh yang lebih makro, perusahaan asing di Indonesia sudah menjamur dan berbagai macam barang dan jasa produksinya. Dampak positivnya adalah membuka lapangan pekerjaan baru dan pembukaan lapangan pekerjaan ini seperti efek domino, mulai dari kontrak/kost para pegawai, pengusaha katering, warung makan, hingga ke pendidikan keluarga para pegawai tersebut. Negara pun turut menikmati manfaatnya, melalui setoran pajak, baik itu dari pajak perusahaan maupun pajak pekerja asing. Selain itu Secara lebih luas lagi, dapat diharapkan terjadinya alih-tehnologi. Meskipun proses ini biasanya lambat, setidaknya ada pihak-pihak yang “kecipratan ilmu”.
Namun demikian, dimana-mana investor selalu memperhitungkan Break Even Point, dimana modal yang ditanamkannya kembali. Sebagai contoh, seorang investor asing menanamkan modalnya dan mengharapkan BEP pada tahun ke-sepuluh. Jika pereknomian baik, maka akan tercapai tepat pada waktunya, berarti sudah sepuluh tahun modalnya kembali. Kemudian apa selanjutnya? Pada tahun ke-sebelas dan seterusnya hanya tinggal mengeruk keuntungan saja. Jelas pada kondisi ini kas bukan lagi dari investor luar negeri ke Indonesia, tetapi sebaliknya keuntungan dari Indonesia dibawa ke negaranya. Artinya dari tahun ke-sebelas sampai perusahaan bangkrut, arus kas malah mengalir ke Negara investor.
Untuk itu pemerintah tidak boleh diam. Sebagai regulator, pemerintah berhak menentukan missal 30% keuntungan harus di investasikan ulang di Indonesia. Atau penetapan aturan tentang pemulangan modal hanya di perbolehkan bertahap maksimal sekian persen setiap tahunnya. Tapi yang jadi masalah baru adalah, semakin banyak aturan maka investor semakin enggan menananmkan modalnya di Indonesia. Jadi segala bentuk nilai positive akan hilang seiring investor yang malas datang ke Indonesia. Penyelesaiannya? tanyakan pada pemerintah. (emang enak jadi pemerintah?!) Hhehe. . .

b.      Program Keluarga Berencana
Yang kedua adalah system keluarga berencana (KB)
Alkisah, sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan ketiga anaknya yang berbeda usia hendak menonon di bioskop. Mereka hanya punya empat tiket masuk. Tidak mungkin mereka membatalkannya. Sebelum masuk, si Ayah punya sebuah ide untuk permasalahannya dan tibalah mereka di pintu masuk bioskop.
Petugas: “bisa tnjukan tiket anda pak?” ayah pun langsung memberikan tiketnya.
Petugas: “Cuma ber-empat ya?”, “iya” jawab Ayah singkat.
Petugas: “bapak tidak membawa siapa-siapa lagi kan?” sambil melirik kearah ransel besar, bergerak-gerak dan misterius yang di pakai ayah.
Ayah: “tidak, ini hanya sebuah ransel” jelasnya singkat.
Petugas: “tapi maaf pak, alangkah lebih baiknya jika ransel Bapak di titipkan di meja penitipan barang”. Saran si petugas.
Ayah: “tidak usah, di dalamnya ada cemilan”. Ayah beralibi.
Kemudian mereka di persilahkan masuk. Selang beberapa langkah, terdengar suara anak kecil dan memang berasal dari dalam ransel. Dengan sigap si petugas menarik si ayah dan keluarganya.
Petugas: “bapak bohong kan?” tanya petugas dengan sinis.
Ayah: “bohong apa?” ayah yang mulai gugup.
Petugas: “coba buka ranselnya” akhirnya dia memaksa si ayah membuka ransel dan ternyata, ada seorang bocah di dalamnya.
Petugas: “katanya di dalamya cemilan? Tapi kok anak kecil?”
Ayah: “saya tidak bohong mbak, ini memang anak saya. Tapi, saya biasa manggil dia cemilan”.
Hhahaha. . benar-benar keluarga yang “berencana” sekali.
Kembali ke topik keluarga berencana (KB). Dapat dilihat dari contoh tersebut bahwa mayoritas dari Negara miskin dan berkembang, memang memiliki banyak anak. Akibatnya, tingkat konsumsi akan tinggi, kebutuhan akan semakin banyak dan tabungan (investasi) tidak ada. Sering kita mendengar, “banyak anak banyak rezeki” coba kita amati presepsi seperti itu dengan fakta yang riil, maka akan menjadi “banyak rezeki banyak anak”. Siapa yang menyangkal ketika orang kaya memiliki banyak anak. Selagi dia mampu membiayai anak-anaknya tersebut kenapa tidak?! Contohnya saja pasangan Brad pitt dan Angelina Jolie yang mempunyai anak asuh dan sengaja mengadopsi anak-anak yatim piatu.
Dengan memiliki sedikit anak (maksimal dua anak) selain biaya konsumsi  yang tidak terlalu besar dan pemenuhan segala kebutuhan anak akan tercukupi, juga para orang tua bisa bekerja secara maksimal sehingga bisa memperoleh pendapatan yang besar demi keluar dari zona kemiskinan dan menabungkan sebagian kekayaannya (investasi) untuk masa depan.

c.       Usaha Makro Kecil-Menengah
Yang terakhir adalah investasi usaha mikro kecil-menengah (UMKM)
UMKM adalah jenis usaha yang biasa di lakukan masyarakat kita pada umumnya. Siapa sangka UMKM merupakan salah satu barometer perekonomian nasional. Pengusaha kecil, wiraswastawan, wirausahawan serta pedagang-pedagang kecil masuk dalam kelompok ini. Dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008, sektor UMKM mencapai angka Rp 2.609 trilun, di mana sebesar Rp 1.505 triliun di antaranya disumbangkan oleh unit-unit usaha mikro. Artinya Usaha Kecil dan Menengah hanya menyumbangkan sebesar Rp. Rp. 1.104 trilyun saja.
Sementara bila dibandingkan dengan usaha besar pada PDB tahun yang sama, sektor UMKM memiliki nilai 125% atau 55% dari seluruh PDB pada periode tersebut. Dapat dibayangkan, 55% Pendapatan perkapita atau pendapatan nasional Indonesia disumbangkan oleh UMKM. Sangat beralasan bila sektor ini kemudian menjadi primadona untuk menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data dari Kamar Dagang & Industri Indonesia (Kadin), UMKM mampu menyumbangkan 53% dari Produk Domestik Buro (PDB) tahun 2009. Mengalahkan usaha besar dan asing yang ada di Indonesia.
Berdasarkan data diatas, sudah sepantasnya jika Aburizal Bakrie, pimpinan Bakrie group, top business dan ketua umum DPP partai GOLKAR sering mengajak masyarakat khususnya masyarakat kecil untuk berwirausaha dan dalam slogannya “sukseskan program UMKM” secara langsung mengajak masyarakat Indonesia untuk berwirausaha. Sekecil apapun itu, harus tetap di sukseskan. Sepertri halnya pendiri Primagama Franchise yang bermula dari kerja keras, pemilik perusahaan property ternama yang memulai bisnis dengan bermnodalkan “kegilaan” dan kegigihan, dan seorang pemilik entrepreneur university yang sudah memiliki cabang di pelbagai kota di Indonesia. Kebetulan ketiga pengusaha tersebut adalah orang yang sama, Purdi E. Chandra, seorang pengusaha dan motivator Indonesia yang gemilang. Siapa sangka pula pengusaha bola asal majalengka; Irwan Suryanto berhasil mendirikan PT.Sinjaraga Santika Sport yang menjadi Bola resmi World Cup 2010 silam, pernah jatuh-bangun sampai akhirnya seperti sekarang. Semua berkat semangat dan kerjakeras dan bermula dari UMKM.
Kenapa harus UMKM? Banyak pengamat dan praktisi yang meneliti serta menteorikan bahwa keberhasilan Usaha Kecil dan Mikro yang terus bertahan dan berkembang antara lain dikarenakan :
  • Pengusaha dan pengelola yang bergerak di bidang ini sebagian besar tidak memiliki hutang perbankan.
  • Sektor Usaha Kecil dan Menengah tak memiliki tanggungan hutang Luar Negeri
  • UMKM dapat dipastikan tidak melakukan transaksi via Bills Payment yang menggunakan kontrak kerja dan Letter of Credits, kecuali sedikit.
  • Tidak menggunakan Mata Uang Asing sebagai alat pembayaran, baik sebagai Bank Notes ataupun Payment, kecuali sedikit.
Sebagai efeknya, seburuk apapun kinerja Bank di Indonesia dan sebesar apapun kondisi keuangan yang melanda sektor perbankan, Usaha Kecil dan Menengah tak terkena imbasnya. Bahkan negara sekelas Amerika jatuh karena hantaman Loan Performing dan Motgage yang berimbas pada Perbankan dan Bursa Dunia, sektor ini juga tak terjebak dalam lingkup krisis tersebut. Keunggulan dan kekuatan daya hidup UMKM inilah yang kemudian mampu membuka mata dunia, khususnya Indonesia untuk menjadikannya sebagai Primadona baru dalam perekonomian nasional.
Berdasarkan data yang dilansir dari Departemen Koperasi dan UKM dapat diketahui bahwa jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada tahun 2008 sebesar 51,26 juta unit, atau meningkat 1,44 juta dibandingkan dengan tahun 2007 yang baru mencapai angka 49,82 juta unit. Dari angka tersebut, 99% adalah usaha mikro, yaitu usaha yang memiliki kekayaan bersih s.d Rp. 50 juta dan memiliki nilai penjualan s.d Rp. 300 juta/tahun. Artinya dari 51,26 juta unit UMKM, sebanyak 50,75 juta unit adalah usaha mikro. Data ini menunjukkan betapa sector informasi cukup mendominasi mata pencaharian penduduk Indonesia. Bila dirata-ratakan setiap unit usaha mikro (diluar usaha kecil dan menengah) dikelola oleh dua orang, maka jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada usaha ini mencapai angka 101,5 juta jiwa.

Tidak ada jalan lain untuk menumbuhkan ekonomi UMKM berikut pengelolanya, selain meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan informasi, jaring komunitas dan penyuluhan terpadu. Termasuk sosialisasi teknologi seperti internet, email dan sarana komunikasi lainnya.
Jadi, pendapatan nasional sangat bergantung pada pendapatan perkapita khususnya yang akan yang tadi peroleh dari masyarakat kita sendiri. Masa depan bangsa di tentukan oleh masyarakat yang ada di dalamnya. Baik itu pengusaha besar, investor asing, bahkan pengusaha kecil yang harus bersama-sama bangkit demi memajukan negeri yang “KAYA” ini. Selanjutnya untuk pemerintah, mulailah berkemas dan berbenah diri, bangun dan bangkit. Lihat, dengarkan dan telisik apa yang kurang dan apa yang tidak sesuai. Awasi kinerja para badan hukum dan beri tindakan yang tegas untuk para pelanggar peraturan karena keontribusi yang positive antara masyarakat dan pemerintah akan memajukan bangsa ini. Pasti!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar